Beranda | Artikel
KEUTAMAAN TAUHID
Rabu, 7 Januari 2009

Hakikat dan kedudukan Tauhid
Rujukan : Minhaj al-Firqah an-Najiyah hal. 31

Tauhid adalah tujuan diciptakannya alam semesta. Para rasul diutus untuk mendakwahkannya. Demikian pula al-Qur’an memberikan perhatian yang sangat besar dalam masalah tauhid di sebagian besar surat-surat yang terdapat di dalamnya. Allah telah menerangkan bahaya lawannya yaitu syirik bagi pribadi dan masyarakat. Karena syirik merupakan sebab kehancuran di dunia dan kekal di dalam neraka.

Sesungguhnya seluruh rasul memulai dakwah mereka dengan tauhid. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul sebelum dirimu kecuali Kami wahyukan kepadanya; tidak ada sesembahan yang benar kecuali Aku, maka sembahlah Aku saja.” (QS. al-Anbiya’ : 25). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di Mekah selama 13 tahun dan mendakwahi kaumnya supaya bertauhid. Beliau pun mendidik para pengikutnya -meskipun yang masih belia- untuk mentauhidkan-Nya. Sebagaimana ketika beliau berpesan kepada keponakannya Ibnu Abbas, “Apabila kamu meminta maka mintalah kepada Allah. Dan apabila kamu meminta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi). Tauhid inilah yang menjadi intisari dan hakikat ajaran agama Islam, yang tidak akan diterima amal apapun tanpanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada para sahabatnya untuk memulai dakwah mereka dengan tauhid. Beliau bersabda kepada Mu’adz ketika mengutusnya ke Yaman, “Jadikanlah dakwah yang pertama kali kamu serukan adalah syahadat la ilaha illallah, dalam sebuah riwayat dikatakan supaya mereka mentauhidkan Allah.” (Muttafaq ‘alaih).

Tauhid tercermin dalam dua kalimat syahadat. La ilaha illallah berarti tidak boleh beribadah kecuali kepada Allah. Dan Muhammad Rasulullah berarti tidak boleh beribadah kepada Allah kecuali dengan ajaran Rasulullah. Inilah pintu masuk ke dalam agama Islam. Dan ia merupakan kunci surga. Seorang yang mengucapkan dan meyakininya serta tidak melakukan pembatalnya maka dia pasti akan masuk ke dalam surga.

Orang-orang kafir Quraisy telah menawarkan kepada Rasulullah iming-iming kekuasaan, harta dan perempuan serta kesenangan dunia yang lainnya agar beliau mau meninggalkan dakwahnya. Namun beliau sama sekali tidak mau menerima tawaran mereka. Beliau tetap tegar menjalankan dakwah bersama para sahabatnya hingga harus merasakan berbagai macam gangguan dan tekanan, sampai akhirnya Allah berkenan mengaruniakan kemenangan dakwah tauhid sesudah perjalanan waktu 13 tahun. Dan sesudah itu kota Mekah pun kembali ditaklukkan, berhala-berhala pun dihancurkan seraya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat (yang artinya), “Telah datang kebenaran dan lenyaplah kebatilan. Sesungguhnya kebatilan itu pasti akan sirna.” (QS. al-Israa’ : 81).

Tauhid merupakan tugas dan tanggung jawab setiap individu muslim selama hayat di kandung badan. Dia mengawali hidupnya dengan tauhid, dan meninggalkan alam dunia ini juga harus dengan tauhid. Demikian pula kewajibannya seumur hidup adalah menegakkan nilai-nilai tauhid, mendakwahkannya. Dan hanya tauhidlah yang bisa menyatukan kaum muslimin.

Keutamaan Tauhid dan buah-buahnya
Rujukan : Minhaj al-Firqah an-Najiyah hal. 35

Tauhid akan membebaskan manusia dari peribadahan kepada selain Allah. Karena segala sesuatu selain Allah tidak menciptakan ataupun menguasai kemanfaatan dan kemudharatan. Sehingga ia tidak layak untuk diibadahi. Maka dengan tauhid seorang manusia akan hanya tunduk beribadah kepada Rabb yang menciptakan dirinya. Dengan tauhid pula akalnya akan terbebas dari belenggu khurafat dan pemikiran-pemikiran sesat serta tekanan para penjajah dan thaghut yang lalim sebagaimana Fir’aun dan dukun-dukun yang tidak rela kekuasaannya direbut dari hati manusia dengan seruan la ilaha illallah. Karena mereka mengetahui kandungan maknanya yang menuntut seorang mukmin hanya tunduk dan bersujud meletakkan dahinya di atas tanah hanya kepada Rabbnya dan mencampakkan thaghut-thaghut tersebut dari singgasana-singgasana palsu mereka

Tauhid akan membentuk kepribadian yang unggul dan diperhitungkan. Karena dengan tauhid maka seorang manusia hanya memiliki satu sesembahan yang menjadi tujuan ibadah dan ketundukannya, baik ketika bersendirian ataupun bersama keramaian. Dia akan senantiasa berdoa kepada Allah di waktu lapang ataupun di waktu sempit. Berbeda dengan kondisi hati kaum musyrikin yang tercerai-berai demi mengabdi kepada sesembahan-sesembahan mereka. Hati mereka berserakan sebagaimana sesembahan mereka beraneka ragam. Oleh sebab itu Nabi Yusuf ‘alaihis salam mengingatkan kaumnya ketika berdakwah kepada dua orang di antara mereka yang sama-sama mendekam di dalam penjara, “Hai dua sahabatku di dalam penjara. Apakah sesembahan-sesembahan yang bermacam-macam itu yang lebih baik ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” Dengan demikian seorang mukmin akan bisa merasakan ketenangan dan keteguhan karena hanya mengabdi kepada satu sesembahan yang benar. Adapun orang-orang musyrik, mereka harus menyeret hatinya kesana kemari menuruti kemauan sesembahan mereka yang beraneka ragam.

Tauhid merupakan sumber keamanan bagi umat manusia. Karena orang yang bertauhid hanya akan merasa takut kepada siksaan Allah, sehingga dia tidak akan merasa takut kepada selain Allah. Dia tidak dicekam oleh rasa takut gara-gara masalah rezeki, keselamatan jiwa, ataupun sanak familinya. Adapun seorang muwahhid hanya menyimpan rasa takut kepada Allah. Sehingga dialah orang yang bisa merasa aman ketika orang lain dicekam oleh ketakutan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman (syirik) maka mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang diberikan petunjuk.” (QS. al-An’am : 82).

Tauhid merupakan sumber kekuatan diri. Karena dengan tauhid akan melahirkan kekuatan pada diri manusia yang muncul karena rasa harapnya kepada Allah, tawakal kepada-Nya, ridha dengan takdir-Nya dan sabar dalam menghadapi musibah yang menimpanya, serta tidak bergantung kepada makhluk-Nya. Maka seorang muwahhid memiliki hati yang kokoh laksana gunung. Kalau musibah menimpa dirinya maka dia meminta kepada Allah untuk menyingkapkan darinya. Sehingga tidaklah ia meminta kepada orang-orang yang sudah mati. Sehingga yang menjadi syi’arnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika kamu meminta maka mintalah kepada Allah. Dan jika kamu meminta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi). Dan juga firman-Nya (yang artinya), “Dan apabila Allah menimpakan bahaya kepada dirimu maka tidak ada yang dapat menyingkapkannya kecuali Dia.” (QS. al-An’am : 17).

Tauhid merupakan asas persaudaraan yang hakiki dan persamaan. Karena ajaran tauhid tidak mengizinkan bagi siapapun untuk mengangkat sebagian makhluk untuk menjadi sesembahan tandingan selain-Nya. Maka uluhiyah adalah hak Allah semata dan sudah menjadi kewajiban bagi seluruh manusia untuk tunduk beribadah hanya kepada-Nya. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan dan panutan bagi segenap umat manusia dalam menjalankan kewajiban yang agung ini.

Tauhid rububiyah mewajibkan tauhid uluhiyah
Rujukan : Kitab Tauhid li Shafil Awwal hal. 36

Barangsiapa yang mengakui tauhid rububiyah, yaitu mengakui bahwa tidak ada pencipta selain Allah, tidak ada pemberi rezeki kecuali Dia, Tidak ada yang mengatur alam semesta kecuali Dia, maka dia juga wajib mengakui bahwasanya tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Dia. Inilah yang disebut sebagai tauhid uluhiyah yaitu mengesakan Allah dengan segala macam bentuk ibadah. Tidak boleh berdoa kecuali kepada-Nya. Tidak meminta pertolongan kecuali kepada-Nya. Tidak bernadzar kecuali karena-Nya. Maka tauhid rububiyah merupakan dalil nyata yang mengharuskan setiap orang untuk melaksanakan tauhid uluhiyah. Oleh sebab itu sering sekali di dalam al-Qur’an Allah menjadikan hal-hal yang telah diakui oleh setiap orang -yaitu tauhid rububyah- dalam rangka membantah orang-orang yang mengingkari tauhid uluhiyah.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai umat manusia, sembahlah Rabb kalian yaitu yang menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. Dial ah yang telah menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap, yang menurunkan air hujan dari atas langit maka kemudian Allah menumbuhkan karenanya buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian. Maka janganlah kalian sekutu-sekutu bagi Allah padahal kalian mengetahui.” (QS. al-Baqarah : 21-22).

Di dalam ayat ini Allah memerintahkan manusia untuk beribadah kepada-Nya dengan menjadikan tauhid rububiyah sebagai dalil atau alasan untuk mewajibkan mereka melakukan hal itu. Karena Allah yang menciptakan maka Allah saja yang berhak untuk diibadahi. Hal serupa juga diungkapkan oleh Allah di dalam ayat yang lain (yang artinya), “Itulah Allah Rabb kalian. Tidak ada sesembahan yang benar selain Dia Pencipta segala sesuatu, maka beribadahlah kepada-Nya.” (QS. al-An’am : 102).

Tauhid uluhiyah itulah yang menjadi hikmah diciptakannya alam semesta. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat : 56). Sehingga tidaklah seorang manusia disebuat bertauhid hanya dengan mengakui tauhid rububiyah. Namun dia juga harus mentauhidkan Allah dalam hal uluhiyah atau ibadah. Karena sekedar mengakui tauhid rububiyah saja merupakan perkara yang sudah diakui oleh orang-orang musyrikin jaman dahulu. Sebagaimana diceritakan oleh Allah dalam firman-Nya (yang artinya), “Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka; siapakah yang menciptakan mereka. Niscaya mereka menjawab : Allah.” (QS. az-Zukhruf : 87). “Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka; siapakah yang menciptakan langit dan bumi. Niscaya mereka menjawab; Yang menciptakan itu semua adalah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. az-Zukhruf : 9). Ayat-ayat semacam itu banyak sekali terdapat di dalam al-Qur’an. Maka barangsiapa yang mengira bahwa tauhid adalah semata-mata mengakui keberadaan Allah, atau Allah adalah yang mengatur alam semesta, maka itu berarti dia belum memahami hakikat tauhid yang didakwahkan oleh para rasul.

Pengertian ibadah dan cakupannya
Rujukan : Kitab Tauhid li Shafil Awwal hal. 55

Ibadah secara bahasa adalah perendahan diri dan ketundukan. Sedangkan dalam istilah syari’at ibadah merupakan ketaatan kepada Allah dengan melaksanakan perintah Allah yang disampaikan melalui lisan para rasul-Nya. Ibadah merupakan puncak perendahan diri seorang hamba kepada Allah yang disertai dengan kecintaan kepada-Nya. Definisi paling komprehensif tentang makna ibadah adalah : ia merupakan istilah yang meliputi segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, yang mencakup perkara-perkara lahir dan perkara-perkara batin.

Sehingga ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Ibadah hati seperti halnya rasa takut kepada Allah, cinta Allah dan Rasul-Nya, harapan, tawakal, taubat, dan lain-lain. Sedangkan ibadah lisan seperti halnya membaca Al Qur’an, tasbih, tahlil, tahmid dan takbir. Dan yang termasuk kategori ibadah anggota badan adalah membayar zakat, berhaji, berjihad, berbuat baik kepada kerabat, membantu orang miskin dan anak yatim dan lain-lain. Bahkan perkara-perkara mubah yang diniatkan untuk taat kepada Allah pun termasuk ibadah kepada-Nya, seperti halnya makan dan minum, mencari rezeki, berjual beli dan hubungan suami isteri.


Artikel asli: http://abumushlih.com/keutamaan-tauhid-2.html/